Kepada Daniel Prasatyo,
Kepada Daniel,
Apa kabar? Semoga baik, ya. Juga semoga ada waktu, sekadar membaca surat cintaku. Hehe. Mungkin, aku adalah makhluk ajaib yang muncul tiba-tiba di kehidupanmu hari ini. Tapi, sungguh aku bukan tanpa maksud menulis kekagumanku tentangmu.
Kenalkan, aku Vanda. Seorang blogger amatir yang pernah dengan sengaja mengirim tulisan di kubikel kebangganmu, jejakubikel.com. Iya, iya, aku bisa mengerti kalau sekarang kamu memasang raut muka bingung, karena banyak blogger yang mengirim tulisan ke sana.
Namamu muncul (dengan ajaib) sebagai komentator pertama di tulisan Mimpi di Sudut Rumah. Itu tulisan 111 kata pertamaku. Dan sebagai amatiran, komentar dari senior sekelas Daniel Prasatyo itu bikin meleleh! Sebutlah aku lebay, tapi berawal dari situ, aku memutuskan jadi salah satu follower juga blogwalking di danielprasatyo.com.
Tulisan-tulisanmu itu menarik. Termasuk cuitanmu di twitter. Sungguh! Tutur katanya lancar dengan bahasa ringan. Apa yang ada di pikiranmu, bisa ditulis dengan sederhana tapi manis. Kamu dan tulisanmu adalah inspirasi. Dan di antara sekian banyak tulisanmu, favoritku jatuh pada Keberagaman Dalam Keberagamaan. Kenapa? Karena tulisan itu bagus sekaligus menyentuh. Perbedaan itu memang tidak untuk diperbedatkan, kan?
Dear Daniel,
Kau tahu? Kadang aku berharap bisa lugas, berani dan berhati bebas sepertimu, dengan menunjukkan pada siapa hatimu direbahkan. Aku ingin bisa menunjukkan kepada laki-laki mana perasaanku tertuju saat ini. Bukan hanya memendam dalam diam, mencintai tapi lingkungan sekitar tidak menghendaki. Sakit, bukan? Andai saja, aku bisa sepertimu... (oke, ini bukan ajang curhat)
Oke, rasanya cukup sampai di sini surat cintaku. Terima kasih sudah meluangkan waktu untuk membaca surat yang sama sekali tidak berarti ini. Juga terima kasih, atas komentar, tulisan, juga cuitanmu di linimasa.
Berharap bisa bertemu denganmu, suatu hari nanti.
15.01.2013
*dadah-dadah dari Surabaya*
Apa kabar? Semoga baik, ya. Juga semoga ada waktu, sekadar membaca surat cintaku. Hehe. Mungkin, aku adalah makhluk ajaib yang muncul tiba-tiba di kehidupanmu hari ini. Tapi, sungguh aku bukan tanpa maksud menulis kekagumanku tentangmu.
Kenalkan, aku Vanda. Seorang blogger amatir yang pernah dengan sengaja mengirim tulisan di kubikel kebangganmu, jejakubikel.com. Iya, iya, aku bisa mengerti kalau sekarang kamu memasang raut muka bingung, karena banyak blogger yang mengirim tulisan ke sana.
Namamu muncul (dengan ajaib) sebagai komentator pertama di tulisan Mimpi di Sudut Rumah. Itu tulisan 111 kata pertamaku. Dan sebagai amatiran, komentar dari senior sekelas Daniel Prasatyo itu bikin meleleh! Sebutlah aku lebay, tapi berawal dari situ, aku memutuskan jadi salah satu follower juga blogwalking di danielprasatyo.com.
Tulisan-tulisanmu itu menarik. Termasuk cuitanmu di twitter. Sungguh! Tutur katanya lancar dengan bahasa ringan. Apa yang ada di pikiranmu, bisa ditulis dengan sederhana tapi manis. Kamu dan tulisanmu adalah inspirasi. Dan di antara sekian banyak tulisanmu, favoritku jatuh pada Keberagaman Dalam Keberagamaan. Kenapa? Karena tulisan itu bagus sekaligus menyentuh. Perbedaan itu memang tidak untuk diperbedatkan, kan?
Dear Daniel,
Kau tahu? Kadang aku berharap bisa lugas, berani dan berhati bebas sepertimu, dengan menunjukkan pada siapa hatimu direbahkan. Aku ingin bisa menunjukkan kepada laki-laki mana perasaanku tertuju saat ini. Bukan hanya memendam dalam diam, mencintai tapi lingkungan sekitar tidak menghendaki. Sakit, bukan? Andai saja, aku bisa sepertimu... (oke, ini bukan ajang curhat)
Oke, rasanya cukup sampai di sini surat cintaku. Terima kasih sudah meluangkan waktu untuk membaca surat yang sama sekali tidak berarti ini. Juga terima kasih, atas komentar, tulisan, juga cuitanmu di linimasa.
Berharap bisa bertemu denganmu, suatu hari nanti.
15.01.2013
*dadah-dadah dari Surabaya*
Vanda yang baik,
BalasHapusBagaimana mungkin aku tidak mengingatmu? Well, mungkin aku tidak benar-benar mengingat wajahmu, tetapi aku ingat tulisan-tulisanmu, juga bola raksasa di belakangmu (Eh, itu bola, kan?)
Aku luar biasa tersanjung dengan suratmu ini. Aku langsung membacanya tadi saat jeda antar kelas, tetapi, maaf, aku tidak sempat langsung membalasnya.
Ketahuilah, hal tersulit dalam hidup ini adalah jujur. Khususnya, jujur pada diri sendiri. Aku sudah menipu diriku sendiri terlalu lama, sampai aku lelah, dan kemudian memutuskan untuk berhenti mengenakan topeng-topeng yang sebelumnya tak pernah kulepas.
Kalau kamu bilang aku inspirasimu, kamu tidak salah, tapi tidak sepenuhnya benar. Kamu juga inspirasiku, dan inspirasi bagi banyak orang lain. Kenapa? Karena dalam hidup, kita harus saling berbagi. Inspirasi yang kita dapatkan dari mana pun, tak boleh kita simpan sendiri.
Aku tersinggung ketika kamu bilang aku senior. Karena bagiku, "senior" itu hanya masalah usia. Dalam berkarya, dalam kehidupan, hal itu tidak berlaku. Selama kita masih sama-sama bernapas, sama-sama berdarah, kita sama.
Sampai bertemu suatu hari nanti, meski entah kapan, entah di mana, tapi mari kita mengikat satu janji, untuk bertemu dan bertukar inspirasi.
Salam hangat dari Ubud yang dingin.