Surat Tanpa Judul
Kepada Sindy,
Biarkan aku membuka surat ini dengan ucapan
“Selamat Bersenang-senang dengan Perjalananmu”. Semoga kamu selalu bisa mendulang
cerita-cerita bahagia yang baru, di mana pun kamu berada.
Lewat surat ini – terserah kamu menyebut
ini surat apa - sebelumnya aku minta maaf kalau mungkin aku sudah mendiamkanmu
terlalu lama. Mengabaikan pesan singkat dan mention
darimu sampai hari ini. Tidak, sebenarnya aku tidak bermaksud begitu. Aku
sedang kecewa, butuh ketenangan, dan aku butuh waktu untuk mengambil jarak.
Iya, tentu saja jarak darimu. Kamu, yang sudah
membuatku kecewa dengan niat yang sempat tebersit di pikiranmu.
Sampai detik ini, aku masih belum juga menemukan
ketenangan diri yang tepat, setiap kali mengingat niatmu. Oh, iya, mungkin saja
bagimu itu hanya sekadar bertanya. Dan memang tidak ada yang salah dengan
melempar sebuah pertanyaan, demi sebuah jawaban. Tapi, izinkan aku lebih dulu
bertanya, sudahkah kamu berpikir dengan baik, sebelum kamu menanyakan niatmu
itu kepadaku?
Sudahkah kamu memikirkan bagaimana
perasaanku, sebelum kamu menekan tanda “tweet” di twitter?
Sudahkah kamu mengerti kalau ada banyak sayangku
buatmu di buku itu, yang aku kirim tepat ketika aku menuliskan namamu sebagai
nama penerima paket?
Sebenarnya, apa makna sebuah buku buatmu?
Sekadar benda mati yang penuh aksara untuk dibaca? Sebuah onggokan yang bisa kamu tinggalkan begitu saja, ketika kamu sudah tidak lagi punya
hati untuknya? Apa? Kamu bebas bercerita. Silakan, aku terbuka untuk itu.
Aku tidak akan terlalu kecewa jika itu
bukan buku pemberianku. Aku akan tidak acuh sama sekali kalau itu buku yang
kamu beli sendiri. Mau kamu tinggal di bandara, buang di tempat sampah, atau
apa pun caramu, silakan. Terlepas dari alasanmu yang mengira kalau akan ada orang
yang lebih membutuhkannya, itu tetap barang pemberianku yang penuh sayang di
dalamnya buatmu, dengan harapan kamu akan menyayanginya, dan kamu akan
menjaganya, tanpa peduli bagaimana isinya. Jadi, bagaimana mungkin kamu bisa
begitu mudahnya membuang perasaan sayang seseorang terhadapmu?
Aku tahu, kalau ada sang Sanguin di jiwamu.
Aku tahu bagaimana kaum Sanguin yang cenderung bebas beropini, dan selalu to the point. Aku tahu karena aku pun
seorang Sanguin, dan kamu pun tahu soal itu. Tapi, alasan itu bukanlah sebuah
pembenaran untuk tidak menjaga perasaan orang lain, kan? Bukan sebuah alasan
untuk tidak memikirkan terlebih dahulu atas apa yang akan kamu ucap atau
lakukan, kan?
Tahukah kamu, kalau pilihanmu itu bukan
milikmu saja?
Iya, aku tahu kalau pada akhirnya kamu
urung melakukan niatmu. Terima kasih untuk itu. Setelah kamu membaca surat ini,
kamu boleh saja marah, lalu membenciku. Aku pun tidak melarangmu untuk unfollow atau block akun bernama @vandakemala. Bebas.
Aku bukan berniat
menghakimi atau mengancam atau apa pun itu, hanya betul-betul ingin mencurahkan
apa yang ingin aku curahkan. Dan kenapa melalui surat? Karena aku tidak ingin
meledak dengan kata-kataku yang nantinya akan lebih menyakitimu.
Ibarat sebuah kain yang sudah robek, begitu
pula aku saat ini. Semuanya tidak akan pernah sama seperti dulu. Maaf kalau
pada akhirnya aku tetap menyakitimu.
Terima kasih.
19.02.2014
P.S.: Kamu bebas untuk bertanya alamatku,
kalau saja nanti ada niat yang sama tebersit di pikiranmu, untuk kedua kalinya.
Baru baca nih surat Onty yang sarat emosi kaya gini. Are You Okay, Onty?
BalasHapusright now? yes, I'm okay, after publish it. thanks, Va.
BalasHapusaku sadar betul kesalahan yang sudah kuperbuat. no, you don't hurt me by this letter cause I think it's an honesty which comes from your heart.
BalasHapusThanks. That's it! No need to say bla-bla-bla cause as you said that everything can't be the same as they used to be. I accept it. :)