Penghuni di Kepala
Kepada kamu yang namanya masih mampu aku
eja dengan sepenuh hati, aku tidak pernah tahu apa alasan kenapa kamu masih
saja liar menari di kepalaku. Meninggalkan jejak lebih kerap, rapat, pun rekat.
Serupa ada lem perekat yang kamu sebar di penjuru pikiranku, sehingga dalam
sekali waktu kamu melintas, kamu mampu lekat dan memeluk erat segala daya
pikirku.
Kepada kamu yang namanya masih mampu aku
eja dengan sepenuh hati, aku belum juga bisa memahami bagaimana kamu masih
tetap menjadi sumber inspirasiku yang utama. Aku tahu kamu tidak pernah lagi
membaca atau sekadar mengacuhkan apapun yang aku tulis di ladang stroberiku.
Tapi entahlah, aku merasa kamu akan tetap membacanya seperti masa-masa yang
lalu. Masa ketika kamu selalu senang ketika aku menghasilkan sebuah tulisan,
yang akhirnya selalu kamu nilai kalau itu tulisan yang bagus. Selanjutnya mudah
ditebak, kamu akan memintaku untuk menulis lagi dan lagi. Aku pun masih mengingat
rautmu yang kegirangan, setiap kali aku menulis tentangmu. Semuanya masih rapi
di ingatanku.
Kepada kamu yang namanya masih mampu aku
eja dengan sepenuh hati, entah kenapa aku belum juga bisa menemukan sosok yang bisa
sepertimu. Yang bisa menjadi inspirasi sekaligus pembaca tulisanku paling
setia. Yang hanya menanyakan alasanku menulis cerita, tanpa perlu mencela
idenya. Yang tidak menilai aku dari tulisan yang aku buat. Entah memang tidak akan
ada yang sepertimu, atau aku yang terlalu egois untuk menyamaratakan
penilaianku pada orang lain agar bisa sepertimu.
Kepada kamu yang namanya masih mampu aku
eja dengan sepenuh hati, tidak bisakah kamu sungguh-sungguh pergi saja? Tidak
bisakah kamu menghilang dan membawa seluruh cerita masa lalu?
Karena penghuni di kepalaku, masih saja melulu kamu.
21.02.2014
Duh ... siapa tuh?
BalasHapusSeseorang :)
BalasHapusaih, memiliki seseorang yang bisa kita ajak berbagi tulisan itu menyenangkan, yah.. :')
BalasHapusiya, amat sangat menyenangkan :')
Hapusah kamu :)
BalasHapusah, Chacha :')
BalasHapus