Gadis Berbaju Merah
Kepada
Pratiwih Putri,
Hari Jum’at kemarin (21 Februari 2014),
dengan sengaja aku mampir ke rumah singgahmu dan membaca tulisanmu tentang
Iqro. Tulisan singkatmu itu membawaku ke sebuah penilaian (yang juga singkat),
kamu adalah seorang penggila buku. Kamu gemar membaca. Semoga saja aku tidak
begitu salah.
Tiwi,
Izinkan aku bercerita kepadamu. Sebelumnya, maafkan aku yang mungkin terlalu lancang karena begitu saja menulis (oke, mengetik) surat, lalu mengirimkannya padamu. Tulisan Iqromu itu, membuatku mengingat cerita ini. Tentang seorang anak perempuan yang tanpa sengaja aku temui, ketika mengantarkan Mamaku ke dokter Agus Abadi. Kamu tentu tahu siapa itu dokter Agus Abadi, kan? Iya, dokter yang membantu kelahiran kita berdua.
Izinkan aku bercerita kepadamu. Sebelumnya, maafkan aku yang mungkin terlalu lancang karena begitu saja menulis (oke, mengetik) surat, lalu mengirimkannya padamu. Tulisan Iqromu itu, membuatku mengingat cerita ini. Tentang seorang anak perempuan yang tanpa sengaja aku temui, ketika mengantarkan Mamaku ke dokter Agus Abadi. Kamu tentu tahu siapa itu dokter Agus Abadi, kan? Iya, dokter yang membantu kelahiran kita berdua.
Jujur saja, aku tidak tahu siapa anak
perempuan yang akan aku ceritakan kepadamu. Bahkan namanya sekali pun. Aku hanya
menebak umurnya sekitar dua atau tiga tahun (kamu bisa melihatnya di foto yang
ada di bawah tulisan ini). Aku melihatnya sedang menemani Ibunya yang
sedang dalam nomor antrean. Dia bisa begitu saja mencuri perhatianku karena
satu hal.
Dia terlihat sibuk membuka majalah yang bisa
dia ambil begitu saja di tumpukan yang ada di bawah meja ruang tunggu. Dia terlihat
punya dunianya sendiri, dan tenggelam di dalamnya. Dia sibuk membolak-balik
halaman majalah, dan melihat gambar-gambarnya sekilas. Terus seperti itu. Melihat tingkahnya, aku
menebak, dia belum terlalu pandai membaca.
Mungkin, kamu akan senang juga melihatnya,
Put. Ah, mungkin aku terlalu sok tahu dengan menebakmu seperti itu. Tapi, sebagai
sesama pecinta buku… menyenangkan bukan, ketika melihat ada anak sekecil itu
sudah tertarik dengan sebuah bacaan di tangannya? Mengingat belakangan ini,
anak kecil lebih sering kita lihat sedang asyik dengan gadget di tangannya. Setujukah kamu denganku, Put?
Dear Tiwi,
Mari terus membaca. Tentu saja juga
dengan menulis.
Karena menurut Pramoedya Ananta Toer, “Orang
boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di
dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian.”
Tabik.
Lihat gadis kecil berbaju merah itu. Dialah yang aku maksud. :) |
23.02.2014
Komentar
Posting Komentar