Surat Cinta dari Surabaya
Dear
Eva,
Hari Minggu sore kemarin, kamu membuatku
tersenyum dengan membaca surat ini yang kamu tujukan untuk sebuah benda yang bagimu
penting, tapi tidak terlalu penting bagiku. Sebuah asbak. Aku tersenyum karena
caramu menuangkan kumpulan perasaanmu dengan cara yang sederhana. Antara sebal,
gemas, tapi tetap cinta lingkungan dengan tidak ingin membuat sekitarmu kotor
karena abu dan puntung rokok. Ah iya, aku pun kamu buat salut dengan
kesadaranmu untuk tidak melakukan kebiasaanmu di ruangan berAC, pun jika ada
anak kecil, dan bayi.
Kalau kamu menebak aku tergabung di aliran no smoking, tebakanmu sungguh benar.
Tapi tenang saja, aku bukan di aliran pembenci-perokok-aktif yang teramat membabi
buta. Biasanya, jika ada seseorang di dekatku yang merokok, aku memilih menyingkir
dengan cara yang sopan. Kalaupun tidak ada celah untuk menyingkir, aku memilih
melihat kemana arah angin berhembus membawa asapnya. Kalau angin berhembus ke arahku, aku akan
tukar posisi dengan si perokok. Apapun caranya, asal kecil kemungkinanku menghirup
asapnya.
Perihal asbak, jangan khawatir. Aku
menyimpan sebuah asbak di rumahku. Bukan sekadar cadangan bagi tamu yang siapa
tahu merokok, seperti dugaanmu. Asbak di rumahku, termasuk salah satu “benda sejarah
peninggalan” Papa yang kebetulan pernah jadi perokok aktif. Dulu, sebelum
akhirnya stroke menyerangnya di tahun 1997. Papa akhirnya berhenti total dari
merokok setelah sembuh dari sakitnya. Jadi, kalau saja nanti Tuhan memberimu
kesempatan untuk berkunjung ke rumahku, kamu tetap bisa melakukan “kampanye”
cinta kebersihanmu. Kita bisa menghabiskan waktu di teras rumah, mengobrol
tentang banyak hal yang entah apa. Setuju?
Sayangi diri dan jaga kesehatanmu, Va.
Ingat, kita masih mengikat janji untuk sebuah pertemuan suatu hari nanti. Aku tidak
ingin kamu kalah karena rokok, apalagi sebelum kita bertemu.
Memelukmu dari Surabaya yang mendung.
03.02.2014
Ahhh, Onty membaca suratmu rasanya adem bangat. Ini sih jauh lebih apik dari suratku. He he he. Nanti ada waktunya aku pindah aliran jadi perokok pasif, nanti, pasti. Salamkan salam As(bak) buat Papa. Dan iya, dengan senang hati aku berkunjung ke rumahmu, selama ada ada As (bak) di sana. :D
BalasHapusSemoga saja waktu nanti akhirnya kamu berkunjung ke rumahku, kamu tidak perlu menemuinya, karena kamu sudah pindah aliran jadi perokok pasif. Semoga. :D
HapusPsstt, tulisanmu sama apiknya! ;)
Aku juga mau ketemu kalian! ^^
BalasHapusNanti pasti ada waktunya, kita ketemu! ^^
BalasHapus