Karena Kamu Matahari
Kamu tak ubahnya angin di ujung cemara. Rajin merapat akrab tapi enggan ditangkap, lalu pergi berkelebat.
Masih lekat, mengingatmu sebagai matahari. Bukan angin yang sekedar datang, lalu pergi tanpa permisi. Kamu hangat, entah itu ketika aku ada di pelukanmu atau ketika aku mendengar kata demi kata dari bibirmu, yang dilantunkan dengan melodi yang selalu membuatku rindu.
Lalu, bukankah dulu kita pernah saling membebat rasa dengan hebat? Memberinya warna dalam tawa ceria. Juga, menasbihkan duka sebagai luka bersama. Tapi kini, apa ada yang masih tersisa? Selain warna-warna kelabu yang tenang menggelayut di atas kepalaku? Sedangkan kamu, entahlah, aku tidak sampai hati menuntutmu hal yang ini-itu lagi.
Mungkin ini memang sudah waktunya. Ketika kamu mencabut semua hakmu untuk mencintai, lalu berpamitan pergi. Ketika aku sudah tidak lagi diizinkan semesta untuk menemani hari-harimu lagi, membasuh segala luka, pun mendengarkan secuil keluh kesahmu yang enggan berhenti menantang dunia. Aku, sudah habis masa.
Seandainya aku bisa merubah segalanya, aku tidak ingin menjadi sosok yang membuatmu melukai hati orang-orang di sekelilingmu. Pun, menjadi sebuah kesalahan buatmu. Aku hanya ingin mendampingimu, apa itu salah?
Mungkin, kamu sudah tenang sekarang. Memulai lembaran hidup yang sama sekali baru. Tanpa ada aku lagi, yang masih menyayangimu dengan hati.
Selamat malam, kamu...
25.11.2012
Masih lekat, mengingatmu sebagai matahari. Bukan angin yang sekedar datang, lalu pergi tanpa permisi. Kamu hangat, entah itu ketika aku ada di pelukanmu atau ketika aku mendengar kata demi kata dari bibirmu, yang dilantunkan dengan melodi yang selalu membuatku rindu.
Lalu, bukankah dulu kita pernah saling membebat rasa dengan hebat? Memberinya warna dalam tawa ceria. Juga, menasbihkan duka sebagai luka bersama. Tapi kini, apa ada yang masih tersisa? Selain warna-warna kelabu yang tenang menggelayut di atas kepalaku? Sedangkan kamu, entahlah, aku tidak sampai hati menuntutmu hal yang ini-itu lagi.
Mungkin ini memang sudah waktunya. Ketika kamu mencabut semua hakmu untuk mencintai, lalu berpamitan pergi. Ketika aku sudah tidak lagi diizinkan semesta untuk menemani hari-harimu lagi, membasuh segala luka, pun mendengarkan secuil keluh kesahmu yang enggan berhenti menantang dunia. Aku, sudah habis masa.
Seandainya aku bisa merubah segalanya, aku tidak ingin menjadi sosok yang membuatmu melukai hati orang-orang di sekelilingmu. Pun, menjadi sebuah kesalahan buatmu. Aku hanya ingin mendampingimu, apa itu salah?
Mungkin, kamu sudah tenang sekarang. Memulai lembaran hidup yang sama sekali baru. Tanpa ada aku lagi, yang masih menyayangimu dengan hati.
Selamat malam, kamu...
25.11.2012
Komentar
Posting Komentar