[Prompt #63] Lima
![]() |
Sumber |
Aku
curiga kalau laki-laki itu diciptakan dengan sifat paten, suka ingkar janji.
Mas
Bagas, suamiku, membuktikannya dengan gamblang. Berulang kali dia membuat
janji, berulang kali pula dia ingkar. Dan kali ini, janji yang dia ingkari, menurutku
cukup fatal dan sangat membuatku kecewa.
Dia
batal mengantar ke rumah ibuku untuk memberi oleh-oleh kami dari Lombok, karena
temannya tiba-tiba datang dari Medan, aku masih mau menerima. Dia membatalkan
rencana mencari kado untuk ulang tahun adiknya, aku juga masih menerima. Tapi ingkar
janji untuk pulang tepat waktu di hari ulang tahun pernikahan kami yang kelima?
Itu sungguh tidak bisa diterima.
Ah,
sial! Aku belum bisa melupakan kata-katanya di telepon, yang penuh dengan
pembelaan diri atas ingkar janjinya.
“Sayang,
maaf… rasanya aku pulang telat. Pak Sastro yang kapan hari aku ceritain, yang mau
gugat rekan kerjanya, akhirnya pakai aku. Ini sekarang diajakin makan malam,
sambil bahas gugatan apa aja yang mau diajukan. Maaf banget…”
“Tapi…
tapi Mas Bagas, kan, janji mau pulang tepat waktu, trus makan malam di rumah. Aku udah siapin makanan favoritnya Mas
Bagas, cumi-cumi asam pedas. Ada es manado juga. Mas nggak lupa, kan, ini hari
apa?”
“Nggak,
Sayang… aku ingat hari ini ulang tahun pernikahan kita, yang kelima. Aku inget,
tapi gimana lagi, Pak Sastro itu orang sibuk, dan dia punya waktu malam ini,
jadi…”
“Jadi,
akhirnya Mas lebih milih makan malam sama Pak Sastro dan pulang telat. Gitu,
kan?”
“Sayang,
maksudku bukan gitu. Gini deh, nanti waktu aku pulang, aku janji bakal habisin
semua masakanmu, tanpa sisa, oke? Berhenti marahnya, ya…”
Ah,
janji lagi, kan?
“Ya
udah, tapi langsung pulang begitu selesai urusan sama Pak Sastro, ya?”
“Iya,
Sayang…”
Percakapan
selesai, tapi rasa sebalku belum juga usai. Sebagai pelampiasan, aku memukul-mukul
bantal kursi yang ada di pangkuanku. Belum cukup, aku melemparkannya sekuat
tenaga. Tanpa aku duga, bantal itu ternyata mengenai badan Bulbu, kucing
kesayangan kami. Dia segera berdiri, dan berjalan ke arahku.
Ia menatapku lurus dengan mata
hijaunya. Oh, tidak! Apa yang sudah kulakukan?
Aku
segera menggendong Bulbu ketika dia sudah ada di dekatku, lalu memeluknya.
Perlahan, aku mengusap lembut bagian tubuhnya yang terkena lemparan bantalku. Pandangannya
mulai melembut.
“Maaf,
ya, Bu… tadi itu nggak sengaja. Jangan marah, ya.” ujarku sambil menaruhnya di
pangkuanku. Tak perlu waktu lama, Bulbu sudah menggeram halus dengan suara ‘krrr… krrr…’. Tanda kalau dia merasa
nyaman di pangkuanku. Bulbu pun mulai menjilati lengan, juga perutnya.
Aku
terhenyak. “Bu, kamu udah maafin? Segitu cepatnya?”
Bulbu
menjawabnya dengan membuat dirinya semakin nyaman. Tak lama kemudian, Bulbu akhirnya
tertidur di pangkuanku. Berdamai dengan mimpinya.
Kesadaranku
muncul tiba-tiba. Mungkin kedengarannya konyol, tapi, ayolah… kalau kucing bisa
memaafkanku dengan begitu cepatnya, mengapa aku tidak bisa langsung menerima
alasan dan memaafkan Mas Bagas? Toh yang
dia lakukan itu demi jenjang kariernya.
Aku
segera mengambil telepon selulerku, terburu-buru mengetik pesan singkat untuk
Mas Bagas, memberinya ucapan semangat dan memberitahu kalau aku menunggunya
pulang.
Dua
menit kemudian, sebuah pesan singkat masuk.
Terima kasih, perempuan kesayangan. Tunggu
aku ya. I love you.
Aku
tersenyum.
I love you too.
_____
26.09.2014
*
495 kata, tidak termasuk judul dan catatan kaki
belajar dari kucing pemaaf. >_<
BalasHapushu'um. kucing itu luar biasa pemaaf. :')
HapusAhh, kucing manis, menyadarkan tuannya betapa pentingnya memaafkan orang tercinta tanpa perlu banyak pertimbangan ^-^
BalasHapusiyaaa... kadang kita pun perlu belajar dari kucing. :')
Hapusuwuwuw... manis banget :)
BalasHapusho'oh, manis kayak yang buat tulisan. *eh x)))
HapusWaaaww, apik! Pembelajaran dari kucing. :)
BalasHapusiya, kak. belajar bisa dari mana aja, termasuk dari kucing. makasih ya, kak... udah baca. :)
Hapusah, cerita yang manis, Vanda. *nggak ngomongin soal twist, tadi udah diingatkan sihhh :p | oh ya, soal percakapan telepon. baiknya sih bagian kalimat 'aku' tidak ditulis miring. karena pembaca di posisi sedang 'menyaksikan langsung' adegan si 'aku' sedang menelepon. :)
BalasHapusAwwwwwwwwwwwwwwwwwwwwwwwwwwwwwwwwwwwwww
BalasHapusco cuittttttttttttttttttttt...
Bojoku mana bojoku?