(Bukan) Tahi Lalat Biasa
Menjadi kembar itu anugerah?
Kami terkikik. Entah apa yang ada di
pikiran orang-orang soal anak kembar. Mereka bilang begitu, mungkin karena belum
tahu bagaimana rasanya jadi anak kembar.
“Kita selucu apa, sih?”
“Mana aku tahu?”
“Tapi kata orang, kita mirip, lho!”
“Aku dengar juga gitu. Katanya, karena kita
satu telur. Maksudnya apa?”
“Nggak tahu. Tapi kalau memang mirip, Papa-Mama
bisa bedain kita nggak, ya?”
“Eh, iya! Jangan-jangan mereka juga ketukar
waktu manggil kita!”
Aku memainkan jari-jariku. Cemas. “Masa,
sih? Kamu jangan nakut-nakutin, ah!”
“Ssttt, diam! Ada orang datang. Kita pura-pura
tidur lagi…”
***
Seorang perempuan muda masuk ke sebuah
kamar yang penuh aroma bedak bayi.
Dia menepuk lembut pipi gembil dua anak
kembar nan montok di hadapannya. “Bangun, Nak. Ayo, mandi dulu.”
Anak kembar di hadapannya menggeliat pelan.
Perlahan, dia mengarahkan pandangannya ke kaki si kembar. Mencari tanda
pembeda. Sebuah tahi lalat.
Dia pun menggendong salah satu anaknya,
segera setelah menemukan tanda lahir itu.
“Mbak mandi dulu, ya. Adik nanti gantian.”
_____
05.03.2014
*161 kata, tidak termasuk catatan kaki
*diikutsertakan #FF161Kata berpasangan, tema: tahi
lalat
*kisah nyata penulis, dengan pengembangan
cerita di beberapa titik. Nggak tau itu ada twistnya atau nggak. ----- tulisan lanjutan, "(Bukan) Tahi Lalat Biasa II, ada di sini.
Komentar
Posting Komentar