mari kita belajar...

Oke, cerita blog kali ini really based on true story. Bahkan masih fresh from the oven. Baru aja terjadi. Just now, istilahnya. Ini tentang suasana kantor yang sukses laris manis buat saya sempat tercenung beberapa waktu, mengutuk beberapa pihak, merasa tidak terima tapi berhasil diakhiri dengan berbesar hati (karena badan saya memang besar!) dan yang jauh lebih penting adalah introspeksi diri.

Sebelumnya, perlu dijelaskan disini tentang posisi saya di kantor persewaan properti di Surabaya. Jabatan keren saya, Legal Officer. Tugas utamanya handle urusan hukum di gedung ini, urusan perjanjian sewa lebih tepatnya. Memang jarang tatap muka langsung sama Penyewa tapi tiap ada masalah, nah...pasti saya yang disuruh pasang badan buat kasih penjelasan (lagi-lagi berkaitan dengan fisik deh, hehehe)

Beberapa waktu lalu, ada info "Vanda, tolong buatin perjanjian ruangan ini". Oke, dasar dari data kalkulasi ruangan yang dikasih pihak Accounting, perjanjian itu dengan lancar jaya saya buat. Rutinitas berlanjut, dapat Acc dari Manager dan yup, kirim ke Penyewa. Just like that....


Masalah muncul karena ternyata ada perubahan nomor ruang, hasil kebijakan sang Manager. Istilahnya, yang awalnya ruangan A1 berubah jadi ruangan A2. Hebatnya, saya satu-satunya orang yang TERLUPAKAN untuk dikasih info. Padahal, perubahan itu ada sebelum perjanjian itu dikirim ke Penyewa. Hasilnya jelas dan wajar, Penyewa jadi bingung. Dan akhirnya, minta kejelasan sekaligus konfirmasi dari pihak kantor. Disinilah, saya disuruh pasang badan. Yang paling bikin jengkel, kesalahan kali ini seakan-akan dinilai jadi kesalahan saya. Padahal kenyataannya? Kesalahan nomor ruangan itu karena saya sama sekali tidak terima info soal perubahan itu. SEBAB dari kesalahan perjanjian itu AKIBAT dari missed info itu tadi. GREAT kan??

Reaksi pertama yang ada itu jelas....marah, merasa dipecundangi, merasa tidak terima dan segala penyakit hati buruk yang lainnya. Di pikiran sempat muncul kata-kata, "masa britau soal kayak gitu aja bisa lupa!?". Segala bentuk penyangkalan sudah jadi hal yang lumrah. Bukannya wajar bagi saya untuk marah? Atau tidak terima? Saya toh bukan manusia sempurna.

Tapi, STOP! Introspeksi darurat segera saya lakukan. Pemikiran-pemikiran buruk yang amat sangat negatif harus segera dibuang. Petuah mama segera muncul di otak "hati boleh panas tapi pikiran harus tetap dingin".


Dan setelah berjuang sekian menit, ini pola pikir saya...
Kenapa harus marah sih? Kamu boleh marah tapi bukannya jalan keluar itu ada? Coba buat addendum perjanjian buat preventif trus diajukan ke Manager. Kalau Manager OK, lanjut ke Penyewa, kasih penjelasan kalau memang ada missed info, sekaligus tanya mau si Penyewa kayak gimana. Cuma dituliskan perubahan di perjanjian atau pakai addendum? So simple kan?. Benefit lain, kamu toh bisa ketemu sama orang-orang baru kan? Lebih bagus lagi kalau nantinya kamu bisa bener-bener kenalan bareng pihak-pihak Penyewa itu... Ga ada yang salah dengan berbesar hati kok."


That's all!  Marah sama sekali bukan jalan keluar. Larangan buat marah memang sama sekali tidak ada tapi coba dinilai, ditelaah juga dilihat lagi....apa ada untungnya dengan terus bersikap negatif gitu? Bersikap juga berpola pikir positif jauh lebih bijaksana, lebih elegan juga lebih dewasa. Dari tindakan positif, banyak aspek yang bisa kita dapat kok! Just feel it with your heart :)



-di kantor, di tengah tumpukan berkas, ditemani sebuah muffin tape-

Komentar

Postingan Populer