Dear Tuhan...
“Bye, I’ll call you
again on Monday. I promise…”
Aku menutup telepon genggamku setelah mengobrol selama
kurang lebih 50 menit, dengan laki-laki yang sedang terpisah jarak ratusan
kilometer denganku. Laki-laki yang akhir-akhir ini rajin menemaniku di saat sepi.
Laki-laki yang setia mendengarkan setiap keluh kesah yang aku punya. Perlahan
aku tersenyum, karena mendadak merindukannya…
………………………………………………………………….
Kadang, aku ingin tahu bagaimana cara Tuhan bekerja.
Bagaimana cara mengarang dan menulis cerita tentang kehidupan setiap umatnya.
Apa yang ada di bayangan Tuhan ketika memiliki ide tentang aku, salah satu
umatnya. Cara dan cerita buatan Tuhan, aku akui, sama sekali tanpa cela. Indah,
magis, penuh keajaiban, sarat dengan alur yang saling bergantian satu babak
demi babak yang lain, penuh tokoh baru atau malah memunculkan kembali tokoh
lama. Tuhan selalu berusaha membuat aku terkesima dengan caranya, yang secara
tidak langsung membuat aku belajar untuk memahami banyak hal.
Salah satu karangan Tuhan yang akhir-akhir ini sering
membuat aku merenung adalah tentang caranya mempertemukan aku dengan laki-laki
itu. Di awal pertemuan kami, entah setan jenis apa yang merasuki lembaran
otakku…aku langsung membencinya. Tanpa alas an. Hanya membencinya…itu saja. Aku
bersikap angkuh tanpa paham kenapa aku harus bersikap demikian. Dia pun setali
tiga uang. Kami seperti anjing dan kucing atau mungkin seperti kartun Tom and
Jerry, yang selalu bermusuhan setiap kali bertatap muka. Entahlah, aku sama
sekali kehilangan memori kenapa aku harus bersikap seperti itu pada laki-laki
sebaik dia.
Tuhan itu adil. Dia amat Maha Kuasa, itu aku yakini dengan
sepenuh hati. Termasuk caranya yang maha luar biasa untuk melepaskan
kebencianku, dengan memisahkan kami berdua. Kami hilang kabar. Kontak sama
sekali tidak lagi terjalin. Ibarat bunga dandelion, kami saling diterbangkan
oleh angin. Kemana arah kami terbang, hanya angin yang sepenuhnya memiliki hak
untuk mengaturnya.
Beberapa tahun setelah perpisahan itu, terkadang aku
menyesal atas apa yang sudah aku lakukan, atas segala tutur kata yang lancang
terucap. Mungkin saja, aku pernah tanpa sadar mengiba pada Tuhan untuk sekali
saja memberiku satu buah tiket, kesempatan langka untuk bertemu lagi dengan
laki-laki itu, mungkin…. Karena tiba-tiba, Tuhan dengan caranya yang manis,
mengatur agar kami bertemu di suatu
tempat tanpa sengaja. Kami saling berbincang walaupun hanya sekedar basa-basi,
sekedar saling menyapa dan menanyakan kabar. Waktu yang Tuhan beri hanya
sedikit, sekitar 5 menit saja. Tapi buatku, itu sudah lebih dari cukup…dia
dalam kondisi baik.
Aku tetap setia mengikuti bagaimana alur cerita Tuhan
berjalan. Dengan kreativitasnya yang lain, Tuhan akhirnya mempertemukan aku
dengan laki-laki itu lagi. Hanya saja kali ini, Tuhan sudah membungkus dengan
cerita yang luar biasa menakjubkan. Dengan tanganNya, Tuhan seakan melakukan
cangkok hati secara tak kasat mata. Cara pikir dan sikap kami pun, sama sekali
baru. Tuhan ikut menambah racikan istimewa dalam kisah kami kali ini, dengan
bumbu-bumbu cinta.
Yup, kali ini kami saling menautkan hati. Saling menjaga,
mendukung, berbagi suka dan duka satu sama lain. Aneh memang, kami yang dulunya
juara dalam benteng kebencian, kini kami saling membangun istana dan saling
menikmati tahapan demi tahapan yang kami lalui. Terkadang kami mengulas kisah lalu,
nostalgia akan sejarah kehidupan, kami toh tetap tidak punya kuasa lebih untuk
mengurai jawabannya satu per satu. Kami telah larut dalam drama manis hasil
karya Sang Pencipta. Hingga saat ini…
Dear Tuhan, Engkau adalah satu, Yang Maha Esa. Aku hilang
kata di hadapanMu. Aku kerdil dalam KuasaMu. KaranganMu yang akhirnya menjadi
jalan hidupku, itu luar biasa indah. Alur ceritaMu, tidak ada yang mampu untuk
membuatnya walaupun sekedar mirip. KisahMu selalu sempurna, itu yang aku
percaya. KisahMu selalu indah pada waktunya. Terima kasih, Tuhan…
………………………………………………………………………
Diam.
Menunggu Senin segera datang dan mendengar suaramu lagi…
Komentar
Posting Komentar