Perempuan yang Ingin Dipeluk Matahari

Adalah hal yang salah, kalau manusia menganggap matahari di siang hari itu kejam karena sering menjilat kulit manusia dengan panasnya yang menyengat. Matahari itu hangat. Bahkan jauh lebih hangat dari sebuah pelukan yang biasanya kamu terima dari orang terkasihmu.

Kalau kau tidak percaya, kau boleh mencobanya, lalu menceritakannya kepadaku suatu saat nanti.

Nyaris setiap siang, aku duduk di puncak gedung kantorku demi bisa menyapa dan sesekali bercakap-cakap dengan matahari. Dia bisa jadi pendengarku yang paling setia. Kenapa katamu? Tentu saja! Mana bisa dia berbicara dan menjawab semua pertanyaan-pertanyaan retorisku?

Tentang alasan kenapa lelakiku yang meninggalkanku begitu saja.
Tentang di mana aku harus meluapkan rasa rindu yang keterlaluan kepada lelakiku yang kini sudah nyaman di pelukan orang lain.
Tentang kenapa kami dilahirkan dengan menyebut nama Tuhan yang berbeda.

Tentang apa pun itu…

***

Siang yang sama seperti yang pernah aku lewati sebelumnya.
Siang yang sama dengan komentar dari orang-orang yang menganggapku aneh.
“Dia ngapain, sih, di situ melulu?”
Atau “Orang aneh. Ngomong kok sama matahari.”

Siang yang sama dengan rindu yang makin terlalu kepada dia yang tidak lagi mungkin bisa aku miliki jiwa dan raganya.
Siang yang sama dengan puluhan pertanyaan-pertanyaan retoris yang kerap kali aku lempar ke udara dan direngkuh matahari.
Siang yang sama dengan ribuan tetes air mata yang tidak mungkin lagi terbendung oleh kelopak mata.

Hanya satu yang berbeda…

Keputusanku untuk berusaha lebih dekat dengan matahari, agar bisa selalu hangat dalam rengkuhannya. Agar aku bisa selalu mencurahkan semua kegelisahanku.

Kau ingin tahu caranya?

Mudah saja. Aku hanya perlu berdiri di tepian pembatas puncak gedung, lalu melompat setinggi mungkin aku bisa, dengan mengulurkan tanganku. Berharap matahari menyambut tanganku, kemudian memelukku.

Ah, aku berhasil!

Menyentuh dan dipeluk matahari, lalu terjun bebas setelahnya.


_____
22.04.2014

* Tulisan yang dibuat dan dipublikasikan terlambat, mengikuti Ika Fitriana dengan tulisannya Perempuan Penyuka Matahari dan Putri Widi Saraswati dengan tulisannnya Perempuan yang Berbicara Pada Matahari.

Komentar

  1. Wahahaha.. kamu mengawinkan tulisan kami, Onty!

    BalasHapus
  2. hahaha, yeay!

    bedanya, tokohmu keluar cari matahari dan duduk di pinggir tempat parkir, tokohku di puncak gedung.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer