Jam Delapan Pagi
Aku
terbangun.
Mimpi
itu lagi. Wanita yang sama dalam empat hari terakhir. Aku tercengang sekejap,
mengingat detail demi detail mimpi yang ceritanya sama sekali tidak berubah
sedikit pun. Perlahan, aku menggelengkan kepala. Aku pernah mendengar sebuah
kepercayaan, kalau kita mendapat mimpi yang sama, lebih dari tiga kali berturut-turut,
konon mimpi itu bisa jadi kenyataan. Aku tersenyum sekilas, merasa geli dengan
kepercayaan yang tidak jelas asal-usulnya. Bukankah mimpi itu hanya sekadar
bunga tidur? Entahlah.
Tapi
memang tidak mungkin tidak indah jika memimpikan wanita itu. Sosok cantiknya sulit
untuk dilewatkan begitu saja. Senyumnya yang menenangkan, nyaris tidak pernah hilang
dari bibir mungilnya. Aku sering menduga, dia adalah seorang bidadari yang turun
ke bumi, lalu kehilangan selendangnya karena dicuri orang ketika mandi di danau.
Dia akhirnya kesulitan untuk kembali ke kahyangan dan memutuskan untuk tetap
tinggal di bumi, layaknya cerita dongeng yang pernah aku dengar di masa kecilku, Jaka Tarub.
Atau
bisa jadi, dia adalah seorang malaikat yang rela terjun dari gedung bertingkat,
agar berubah jadi manusia dan bisa hidup berdampingan dengan manusia yang lain,
seperti peran yang dilakukan dengan apik oleh Nicholas Cage demi Meg Ryan, di film City of Angel.
Apapun
itu, dia benar-benar makhluk ciptaan Tuhan yang indah.
Aku
menoleh sekilas ke jam dinding. Astaga, sudah jam enam pagi! Aku terlalu asyik
berkelana di dunia khayalan, sampai akhirnya lupa waktu. Dengan tergesa,
aku bangun lalu duduk di pinggir tempat tidur, dan mengucap doa-doa pagi. Tepat ketika tanda titik setelah kata amin terucap, setengah berlari aku menuju ke arah lemari.
Beberapa baju aku pilah-pilah dengan segera.
Sebuah
acara maha penting harus aku hadiri hari ini. Acara yang sama sekali tidak
boleh aku lewatkan. Ini hari bahagia yang aku nantikan sejak lama, pun dinanti
oleh wanita itu. Di mimpiku, dia memang menjelma jadi sosok pendamping hidupku,
potongan tulang rusuk yang hilang, ibu dari anak-anakku. Mimpi yang pernah
aku harap bisa jadi kenyataan suatu hari nanti.
Tapi
di dunia nyata, lewat sebuah ijab kabul dua jam lagi, wanita cantik itu akan menjadi
pendamping hidup seorang lelaki bernama Ibra. Sahabat karibku.
***
If you’re not for me, then
why do I dream of you as my wife?
15.03.2013
Daniel Bedingfield – If You’re
Not The One
jadi mitos tentang mimpi itu gak bener dong ya ^^
BalasHapusseperti biasa, satu lagi kisah menarik dari blog ini... :))
BalasHapusTerus semangat berkarya, ya! :D
Berarti, mimpi yang sama berkali-kali itu pada kenyataannya kebalikan yah? Sedih! Kenapa endingnya kaya gituuuu uhuhuuhhhuuuuu ...
BalasHapus@leniwiw: bener ato ga, ga tau jg sih, hehehe. makasih udah mampir :D
BalasHapus@bintang: thanks, Bint! :)
@eva: duh, Va...jangan sedih *sodorin tissue*
mimpi kadang saru dengan impian
BalasHapus