1000 Tahun Lagi

"Masih betah nungguin aku?" tanyaku penuh selidik.

Laki-laki di hadapanku menjawab pertanyaanku dengan senyumnya yang lebar. Pupil matanya membesar, seperti anak kecil yang girang karena janji orang tuanya untuk membelikannya mainan. Kepalanya mengangguk cepat, seakan takut hantu merubah jawabannya seketika.


Aku tertawa.


Sore itu, kami habiskan lewat obrolan-obrolan tanpa ujung di teras rumahku. Dua gelas berisi teh juga kudapan berupa pisang goreng, setia menemani kami. Hujan baru saja berhenti, meninggalkan aroma petrichor. Aroma yang selalu membuat kami tenang.


"Nggak bosen nunggu terus? Oke, bagaimanapun aku salut sama pertahananmu, tapi kok rasanya kayak kamu nggak laku di luar, sampai harus bertahan sayang ke orang yang belum tentu sayang ke kamu."


"Eh, jangan salah! Misal aku mau, sudah banyak cewek antre daftar jadi pacaraku. Tapi, semua tergantung aku, kan? Aku masih betah nunggu kamu, walaupun 1000 tahun lagi! Tenang aja, kuota sabarku masih berlimpah. Lagipula, aku tahu kok, kalau sebenarnya kamu juga punya rasa yang sama kayak aku. Kamu aja yang pura-pura nggak mau sama aku, pura-pura jual mahal buat jadi pacarku." jawabnya sambil mengedipkan matanya.


"Kok kamu bisa yakin banget?" sahutku sambil tertawa geli.


"Jadi sahabatmu mulai TK dan aku nggak bisa baca jalan pikiranmu? For God sake!"


Pandanganku berubah sendu. "Kamu yakin sama perasaanmu? Bukan apa, tapi masalahnya, aku takut kalau suatu saat kamu berubah pikiran, terus ninggalin aku gitu aja. Perasaanku sudah rapuh, masa iya, kamu mau buat aku lebih rapuh?"


Adzan Maghrib terdengar berkumandang dari kejauhan. Dia bangkit dari kursinya, lalu mendekatiku.


"Enggak, aku nggak akan buat kamu rapuh. Aku mau kamu jadi wanita kuat. Aku mau kamu bahagia, sepanjang hidupmu. Please deh, kapan sih, kamu bisa sadar kalau cintaku bukan cinta biasa? Aku tu cinta kamu, apa adanya kamu!" pandangannya tambak dibuat-buat kesal. "Udah, itu bisa dibahas lagi nanti. Sekarang udah Maghrib, yuk, masuk terus kita sholat berjama'ah."


Aku tersenyum, menerima ajakannya. Dengan sigap, dia mengantarkan aku masuk ke dalam rumah, sambil perlahan mendorong kursi roda yang sudah setia menemaniku sejak 2 tahun yang lalu.


_____

Percayalah kepadaku
Semua ini kulakukan
Karena kamu memang untukku
(Afgan - Bukan Cinta Biasa)


03.02.2013

Komentar

  1. Aku jadi inget percakapan Ashton Kutcher di Valentine's Day: How did you and your wife get it so right?
    Dan temennya jawab: Easy, I married my best friend!

    :">

    BalasHapus
  2. Iya, kah? aku nggak pernah tau film itu :p

    BalasHapus
  3. Tisssuuuuuueeeee mana .... terharu. Keren ikh :D

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer