Antara ekstasi, Wakil Gubernur dan KPAI...
As we know it...beberapa hari terakhir, heboh berita soal penangkapan anak angkat salah satu Bapak Wakil Gubernur (Wagub) di Indonesia karena si anak memesan 5 butir ekstasi via online. Pasca pemberitaan itu, Pak Wagub bilang di konferensi pers, kejadian itu dikarenakan anaknya tertekan gara-gara dari kecil selalu diejek teman-temannya karena dia cuma anak angkat. Di satu sisi, kasihan juga anaknya. Mungkin memang sudah benar-benar merasa rendah diri. Tapi dengan "lari" ke narkotika, itu sama sekali bukan jalan keluar yang tepat.
And then, muncul berita lanjutan yang menurut saya sedikit "ga nyambung". Berita itu asalnya dari komentar Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang intinya berpendapat karena kejadian anak angkatnya itu, sudah seharusnya kalau Pak Wagub itu mundur dari jabatannya. Alasannya klise, kalau Pak Wagub tidak bisa menjaga lingkup terdekatnya, mana mungkin bisa jaga lingkup publik di wilayah yang dia pimpin?? Yang saya ragu, komentar itu beliau ucapkan atas dasar pendapat pribadi atau dengan membawa status kedudukannya dalam Komisi tersebut?
Itulah yang buat saya "ga nyambung". Disini saya mempertanyakan ruang lingkup KPAI. Sebenarnya menurut Pasal 74 Undang-Undang No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, KPAI merupakan badan independen yang berfungsi untuk meningkatkan efektifitas penyelenggaraan perlindungan anak. Tugas KPAI dengan jelas diatur di Pasal 76, yaitu:
a. Melakukan sosialisasi seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan anak, mengumpulkan data dan informasi, menerima pengaduan masyarakat, melakukan penelaahan, pemantauan, evaluasi dan pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan anak;
b. Memberikan laporan, saran, masukan dan pertimbangan kepada Presiden dalam rangka perlindungan anak.
Lebih lanjut, yang dimaksud dengan ANAK dijelaskan di Pasal 1 angka 1 yaitu "seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan".
Nah, disitulah yang membuat saya aneh sekaligus heran dengan komentar dari Wakil Ketua KPAI. Atas dasar kewenangan apa, beliau bisa berkomentar kalau Pak Wagub harus mengundurkan diri dari jabatannya? Tugasnya sebagai anggota dari KPAI sama sekali tidak ada yang menyangkut perihal mengurusi siapa dan apa status orang tua dari korban narkotika, apakah itu anak pejabat negara atau bukan. Kalaupun ada pertanggungjawaban politik yang seharusnya ditanggung juga dijalani oleh Pak Wagub, menurut saya, itu sama sekali bukan kewenangan ataupun urusan dari KPAI. Itu sepenuhnya urusan dari Pak Wagub dengan negara, atau mungkin dengan partai pendukungnya. Dan lagi, kalau memang berniat menunjukkan sikap empati, alangkah baiknya dengan cara lebih memperhatikan anak angkat tersebut sebagai korban dari narkotika.
Lebih lanjut, ini yang kurang saya ketahui dari pemberitaan penangkapan, yaitu...berapa umur anak angkat Pak Wagub tersebut? Menurut perkiraan saya, dia sudah lebih dari 18 tahun. Andaikan perkiraan itu benar, berarti dia sudah tidak bisa lagi disebut sebagai anak. Berarti pula, dia sudah dewasa menurut hukum. Sudah tidak perlu lagi perwalian dari orang tua. Dia sudah dianggap mampu bertanggung jawab secara penuh atas perbuatan-perbuatan hukum yang dia lakukan. Lebih gamblang, bukan lagi kepentingan dari KPAI untuk ikut campur atau bahkan berkomentar terkait kasus ini.
Secara garis besar, menurut saya...bolehlah untuk turut berkomentar untuk menanggapi kasus tersebut. Karena memang, masalah yang berkaitan dengan narkotika sudah amat sangat dalam level yang membahayakan generasi muda. Di sisi lain, adalah hak asasi dari tiap manusia untuk bebas mengutarakan pendapatnya. Tapi yang lebih saya harapkan, komentar itu bisa ditelaah lebih dulu. Apakah memang sudah hak dan kewenangannya untuk berkomentar? Hal yang sama juga berlaku kalau sang komentator merupakan pribadi yang terikat dalam suatu komisi atau badan tertentu, telaah lebih lanjut...apa memang sudah tugas dari komisinya untuk memberikan klarifikasi atau komentar? Kalaupun memang tugasnya, tetaplah berusaha untuk memberikan komentar yang sesuai dengan kepentingan komisinya. Seperti dalam tulisan ini, kalau memang tugasnya adalah untuk perlindungan anak, berkomentarlah dengan tetap dalam koridor tugasnya...tidak perlu melenceng ke ranah politik.
In the end of this blog, saya diajarkan untuk harus semakin mampu untuk mengendalikan diri dalam memberikan komentar atas hal-hal yang mungkin bukan hal yang harus saya beri komentar. Berilah komentar yang sewajarnya, yang memang sesuai dengan kemampuan dan keilmuan saya. Harapannya, saya tidak dinilai sok tau atas hal yang tidak saya kuasai, pun menghindari diri dari rasa sakit hati orang lain yang mungkin tidak setuju dengan komentar saya.
And then, muncul berita lanjutan yang menurut saya sedikit "ga nyambung". Berita itu asalnya dari komentar Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang intinya berpendapat karena kejadian anak angkatnya itu, sudah seharusnya kalau Pak Wagub itu mundur dari jabatannya. Alasannya klise, kalau Pak Wagub tidak bisa menjaga lingkup terdekatnya, mana mungkin bisa jaga lingkup publik di wilayah yang dia pimpin?? Yang saya ragu, komentar itu beliau ucapkan atas dasar pendapat pribadi atau dengan membawa status kedudukannya dalam Komisi tersebut?
Itulah yang buat saya "ga nyambung". Disini saya mempertanyakan ruang lingkup KPAI. Sebenarnya menurut Pasal 74 Undang-Undang No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, KPAI merupakan badan independen yang berfungsi untuk meningkatkan efektifitas penyelenggaraan perlindungan anak. Tugas KPAI dengan jelas diatur di Pasal 76, yaitu:
a. Melakukan sosialisasi seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan anak, mengumpulkan data dan informasi, menerima pengaduan masyarakat, melakukan penelaahan, pemantauan, evaluasi dan pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan anak;
b. Memberikan laporan, saran, masukan dan pertimbangan kepada Presiden dalam rangka perlindungan anak.
Lebih lanjut, yang dimaksud dengan ANAK dijelaskan di Pasal 1 angka 1 yaitu "seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan".
Nah, disitulah yang membuat saya aneh sekaligus heran dengan komentar dari Wakil Ketua KPAI. Atas dasar kewenangan apa, beliau bisa berkomentar kalau Pak Wagub harus mengundurkan diri dari jabatannya? Tugasnya sebagai anggota dari KPAI sama sekali tidak ada yang menyangkut perihal mengurusi siapa dan apa status orang tua dari korban narkotika, apakah itu anak pejabat negara atau bukan. Kalaupun ada pertanggungjawaban politik yang seharusnya ditanggung juga dijalani oleh Pak Wagub, menurut saya, itu sama sekali bukan kewenangan ataupun urusan dari KPAI. Itu sepenuhnya urusan dari Pak Wagub dengan negara, atau mungkin dengan partai pendukungnya. Dan lagi, kalau memang berniat menunjukkan sikap empati, alangkah baiknya dengan cara lebih memperhatikan anak angkat tersebut sebagai korban dari narkotika.
Lebih lanjut, ini yang kurang saya ketahui dari pemberitaan penangkapan, yaitu...berapa umur anak angkat Pak Wagub tersebut? Menurut perkiraan saya, dia sudah lebih dari 18 tahun. Andaikan perkiraan itu benar, berarti dia sudah tidak bisa lagi disebut sebagai anak. Berarti pula, dia sudah dewasa menurut hukum. Sudah tidak perlu lagi perwalian dari orang tua. Dia sudah dianggap mampu bertanggung jawab secara penuh atas perbuatan-perbuatan hukum yang dia lakukan. Lebih gamblang, bukan lagi kepentingan dari KPAI untuk ikut campur atau bahkan berkomentar terkait kasus ini.
Secara garis besar, menurut saya...bolehlah untuk turut berkomentar untuk menanggapi kasus tersebut. Karena memang, masalah yang berkaitan dengan narkotika sudah amat sangat dalam level yang membahayakan generasi muda. Di sisi lain, adalah hak asasi dari tiap manusia untuk bebas mengutarakan pendapatnya. Tapi yang lebih saya harapkan, komentar itu bisa ditelaah lebih dulu. Apakah memang sudah hak dan kewenangannya untuk berkomentar? Hal yang sama juga berlaku kalau sang komentator merupakan pribadi yang terikat dalam suatu komisi atau badan tertentu, telaah lebih lanjut...apa memang sudah tugas dari komisinya untuk memberikan klarifikasi atau komentar? Kalaupun memang tugasnya, tetaplah berusaha untuk memberikan komentar yang sesuai dengan kepentingan komisinya. Seperti dalam tulisan ini, kalau memang tugasnya adalah untuk perlindungan anak, berkomentarlah dengan tetap dalam koridor tugasnya...tidak perlu melenceng ke ranah politik.
In the end of this blog, saya diajarkan untuk harus semakin mampu untuk mengendalikan diri dalam memberikan komentar atas hal-hal yang mungkin bukan hal yang harus saya beri komentar. Berilah komentar yang sewajarnya, yang memang sesuai dengan kemampuan dan keilmuan saya. Harapannya, saya tidak dinilai sok tau atas hal yang tidak saya kuasai, pun menghindari diri dari rasa sakit hati orang lain yang mungkin tidak setuju dengan komentar saya.
- Silence is golden -
Komentar
Posting Komentar