Cerita Pertemuan Untuk Sebuah Perpisahan


Kamu sangat berarti, istimewa di hati
Selamanya rasa ini



Senin, 7 Februari 2011

Aku pertama kali bertemu dengannya tepat saat aku dipanggil untuk melakukan interview, di sebuah gedung persewaan perkantoran dengan interior bergaya Romawi di kota kelahiranku, Surabaya.

“Dengan Vanda?”, tanyanya. Aku mengangguk pelan.

“Saya Nia”, lanjutnya dalam jabatan tangan yang bagiku cukup erat dan tegas, sambil mengajakku untuk mengikutinya masuk ke sebuah ruangan.

Dia hanya menemuiku sekejap karena untuk selanjutnya, Managernya yang akan melakukan interview. Karena pertemuan kami yang hanya sekejap, aku sama sekali tidak membuatku bisa penilaian tentangnya.



Kamis, 10 Februari 2011

Kring…kring!

“Halo?”, sapa awalku tepat saat aku mengangkat ponselku.

“Dengan Vanda? Dari Ibu Nia, Graha SA. Mohon ditunggu sebentar”, sahut operator telepon di ujung sana.

Aku menuruti sarannya, menunggu sekian detik sampai akhirnya mendengar suara yang setidaknya sudah pernah aku dengar sebelumnya.

“Halo, dengan Vanda?”

“Iya..”

“Vanda, ini Nia. Besok sekitar jam tiga sore, bisa datang ke Graha SA? Buat interview lanjutan?”

“Besok jam tiga, saya bisa”

“Oke kalau gitu. Makasih…”

Klik! Sambungan telepon segera terputus.

Esoknya, aku kembali menemuinya lalu mengantarkan aku ke ruangan lain, yang kali ini rupanya adalah ruangan kerja dari sang Manager. Singkat cerita, aku diterima bekerja di Graha SA. Tepat sebelum aku keluar dari ruangan besar tempat kerjanya, aku sempat diantar dan dikenalkan olehnya pada beberapa pegawai yang ada di situ.



Senin, 14 Februari 2011

Ini hari pertamaku masuk kerja. Sesuai pesan sebelum aku pulang pada hari Jumat lalu, ketika aku sudah sampai di kantor, aku diminta untuk menunggunya terlebih dahulu untuk melakukan pendaftaran sidik jari. Aku menunggunya sekitar lima menit, sampai akhirnya dia muncul sambil membawa external hardisk dan buku catatan, yang kemudian aku tahu adalah data nomor absen dari tiap pegawai yang ada di gedung itu.

Pendaftaran selesai. Aku diajak ke sisi ruangan lain dari gedung itu dan membawaku ke sebuah meja yang cukup luas dan bersih. Kecuali seperangkat komputer dan telepon, tidak ada benda lain yang ada di meja itu.

“Ini meja kerjamu. Mulai sekarang, meja ini jadi tanggung jawabmu”

Itu kalimat pertamanya. Masih jelas kuingat sampai detik ini. Dan hari itu, segalanya berjalan mudah. Dia cukup membantu menunjukkan letak-letak dokumen penting yang tersimpan di komputer. Apabila aku menemukan kesulitan, dia juga tidak segan membantuku.

Memang, aku akui terkadang dia membantu dengan suara yang meninggi. Tapi itu ditambah dengan penjelasan bahwa dia sedang amat sibuk. Dia yang bertanggung jawab atas segala bentuk hubungan dengan para penyewa yang ada di gedungku. Apapun bentuknya. Entah itu pertanyaan, kritik ataupun protes. Belum lagi kalau ada penyewa yang cerewet! Hiihhh…kadang aku ikut-ikut sebal, ini marahnya sama siapa terus yang kena juga siapa.

Sesekali dia terkesan ketus. Kadang pula lupa memberiku pemberitahuan tentang penyewa yang sifatnya penting. Kecewa, itu saja. Pernah suatu saat, ada info tentang perubahan nomor ruangan yang dilakukan oleh Manager. Dari sekian banyak pihak yang di beritahu, hanya aku yang terlewatkan. Bayangkan, cuma aku! Walhasil, aku menuai pertanyaan dari penyewa karena ada perbedaan antara nomor ruangan yang tercantum di pintunya dengan nomor ruangan yang tercantum di perjanjian sewa yang aku buat. Untungnya, penyewa itu tidak terlalu  membesarkan masalah dan mengembalikan perjanjian itu untuk dilakukan perubahan.

Terlepas dari apapun yang pernah dia lakukan, aku menilainya sebagai perempuan yang baik hati, ceria, penuh tawa juga semangat. Dia sudah membantuku lebih banyak daripada yang pernah aku lakukan untuknya. Dia, istimewa…

***

Hari ini, tepat hari kerja terakhir di bulan September. 28 September 2012. Aku harus melepas dia demi masa depannya yang lebih baik. Demi menggapai cita-citanya yang baru. Dia berpamitan kepadaku, kepada kami seluruh rekan kerjanya. Dia ingin mengikuti karier suaminya sebagai angkatan laut.

Sekotak hadiah terbungkus kotak putih, duduk manis di hadapanku tepat saat aku sedang membuat tulisan ini. Dari dia. Isinya, sebuah gelas minum bergambar dua orang yang sedang tersenyum dan bergandengan tangan.

Tertulis disitu, “friend Vanda”.

Aku habis kata.


Dear mbak Devy Nia Hapsari,
Aku percaya, ini bukan perpisahan. Ini awal dari pertemuan lain yang baru. Selamat menjalani cita-cita barumu. Melompatlah lebih tinggi. Selamat beribadah dengan menjadi istri yang lebih baik, dengan mendampingi suamimu. Aku mohon maaf atas setiap kata, sikap dan perbuatan yang menyakitkan hati. Mohon maaf pula, untuk bantuan yang (mungkin) tidak cukup membantu selama mbak Nia bekerja di Graha SA.


Terima kasih untuk segalanya.
I will miss you…

Vanda



*) Terinspirasi dari lagu Project Pop – Ingatlah Hari Ini

Komentar

Postingan Populer