AUCH!!!
“Ini sudah di kantor BPN. Nunggu Pak
Agung yang urus Surat Ketetapannya, lagi rapat. Kata anak buahnya, mungkin
sekitar jam sebelas sudah selesai. Nanti kalau ada kabar, langsung saya
beritahu. Oke, iya…thank you mam”, jawab Farah lewat ponsel pada General Managernya.
Sambungan telepon terputus.
Urusan ini belum juga selesai padahal
cuma urusan perpanjangan Sertipikat Hak Guna Bangunan. Kalau bukan gara-gara
notaris yang enggak becus itu, masalah ini mungkin enggak pernah ada. Kalau
begini yang ada malah capek tenaga, capek pikiran bahkan capek uang juga! Sudah
berapa juta dibayar demi jasanya tapi tanpa hasil dan akhirnya membuatku, seorang Farah Putri Darmawan, terdampar di kantor Badan Pertanahan Nasional, di siang bolong yang panasnya tanpa ampun. Bukan
Surabaya kalau enggak panas kan?.
“Lagi nungguin Pak Agung, mbak?”,
sapa laki-laki yang duduk di sebelah Farah, membuka percakapan.
“Eh iya mas, lagi nungguin
beliau”
“Maaf, tadi saya enggak sengaja
curi dengar pembicaraan mbak di telepon”, jawabnya sambil memberikan senyumnya
yang manis.
“Oh, enggak masalah. Mas mau
ketemu Pak Agung juga?”
“Iya, kebetulan memang sudah ada
janji sama beliau”.
Farah menggangguk lalu perlahan memperhatikan laki-laki itu. Farah mengira umurnya sekitar dua puluh lima. Penampilannya cukup
rapi walaupun dia menggulung lengan kemejanya yang berwarna coklat muda dengan
garis- garis coklat tua vertikal, hingga batas siku. Dengan celana warna hitam
dan sepatu warna coklat tua, aku menebak dia termasuk laki-laki yang
memperhatikan penampilannya. Tapi siapa tahu, kalau ada wanita yang
menjadikannya demikian. Pacar atau istrinya, mungkin? Bukankah di belakang
laki-laki tampan, pasti ada wanita cantik yang rajin memperhatikan
penampilannya? Farah tersenyum samar.
“Kalau boleh tahu, mbak mau
ketemu Pak Agung untuk keperluan apa?. Oh ya kenalkan, saya Donny dan tolong
jangan panggil mas. Rasanya umur kita tidak beda jauh”, ujarnya sambil
tersenyum lalu mengulurkan tangan kanannya, mengajak Farah berjabat tangan.
“Saya Farah dan juga tolong jangan
panggil mbak” jawabnya sambil berusaha memberikan senyum paling manis. “Ini, mau
tanya soal Surat Ketetapan buat sertipikat Hak Guna Bangunan punya kantor”.
“Ada masalah? Kok sampai minta
Surat Ketetapan?” Donny mengernyitkan dahi.
“Sertipikatnya telat diperpanjang,
akhirnya masa berlakunya keburu habis dan walhasil, harus urus sertipikat mulai
dari awal lagi”.
“Kok bisa telat? Masa enggak ada
catatan khusus buat jadi pengingat?”.
Donny menanyakan hal ini sambil
tersenyum yang seakan-akan menyindir. "Haduh, kenapa kesannya jadi aku yang
disalahin?" pikir Farah dalam hati. Tapi dia memang enggak tahu gimana ceritanya kan? Jadi enggak perlu
protes dong! Untung dia lumayan cakep, jadi aku enggak perlu marah duluan sama
pertanyaannya. Eh tunggu, apa hubungannya? Fokus Farah, fokus!
“Sebenarnya ada. Jadi ceritanya,
sertipikat itu dijadikan jaminan di bank, untuk dapat
pinjaman. Sekitar satu tahun sebelum masa berlakunya habis, pihak bank sudah
konfirmasi ke pihak kami soal itu. Pihak bank tanya mau pakai notaris siapa,
bos besar sebut lah…nama notaris yang sudah sering dipakai jasanya sama kantor.
Bos besar asal aja sebut nama si notaris, padahal jelas-jelas banyak karyawan yang
tahu kalau kinerja dari notaris itu kayak koboi. Nekat. Tapi kadang juga suka menggampangkan
masalah. Tapi kalau sudah bos besar yang bilang, karyawan bisa apa, ya kan?”
“Ternyata entah karena apa,
dokumen pengurusan sertipikat itu ditaruh di mejanya gitu aja. Ditumpuk sama dokumen-dokumen yang lain, enggak diurus. Sampai akhirnya satu bulan sebelum masa berlaku habis, kami tanya
perkembangannya, baru mereka sadar kalau sertipikat itu belum dikerjakan sama
sekali.”
Donny lagi-lagi mengernyitkan
dahi. “Kok gitu? Apa alasan pihak notaris yang sudah telantarin dokumenmu? Kalau telat gitu, tanahmu otomatis jadi tanah milik negara lagi dong”.
“Iya, memang. Makanya harus diukur ulang segala sama BPN, ribet. Si notaris malah balik nyalahin
kantorku karena enggak pernah tanya atau sekedar cari info yang buat mereka
jadi ingat”.
“Terus, tanggapan pihak notaris? Apa
enggak ada usaha buat kerjain dalam waktu singkat?”
“Masa bisa, ngurusin perpanjangan
gitu dalam waktu singkat? Hahaha, ini Indonesia lho, Don…masa kamu enggak tahu
gimana birokrasi yang ada di sini?”.
“Hehehe, iya aku tahu. Maksudku
apa mereka enggak ada usaha buat sering lobi orang BPN demi mempersingkat
pengurusan?”
“Oh, ada. Mereka juga menawarkan itu,
istilahnya percepatan. Tapi mereka minta tambah bayar, tiga setengah
juta. Kantor setuju buat percepatan tapi dibayar waktu Surat Ketetapan sudah
keluar. Padahal sebelumnya, kantorku sudah bayar dia entah berapa puluhan juta.
Janjinya, lewat percepatan itu bisa mempersingkat waktu buat dapat Surat
Ketetapan dari yang awalnya tiga bulan, jadi cuma dua bulan. Tapi ini sudah
hampir lewat dua bulan, hasilnya enggak ada. Padahal setelah Surat Ketetapan
keluar, aku masih harus nunggu tiga bulan lagi sampai akhirnya Sertipikatku
jadi. Lama banget! Aku enggak ngerti deh, notaris ini maunya apa. Mungkin dia memang kayak gitu
kinerjanya.”
“Lho, enggak bisa gitu dong.
Harusnya notaris itu yang tanggung jawab, lobi sana sini. Gimana caranya
walaupun pengurusan sudah telat tapi tetap harus diusahakan. Enggak bisa lepas
tangan gitu aja, tergantung apa kata BPN tapi minta tambahan biaya. Wah, enggak
becus beneran deh notaris itu”.
Melihat Donny ikut emosi, Farah
merasa mendapat angin dan semakin berapi-api.
“Oh iya Don, ditambah lagi ternyata
notaris ini sampai sekarang belum juga kasih Berita Negara dari salah satu
perusahaan punya bosku, padahal pengurusannya sudah mulai tahun dua ribu
delapan. Bayangin Don, empat tahun! Setiap diminta, jawabannya selalu masih
dicari, minta ditelepon lagi satu atau dua hari lagi tapi sampai sekarang belum
ketemu juga. Tuh, kelewatan banget kan? Baru kali ini, ketemu sama notaris yang
isinya janji-janji melulu”.
“Far, kalau itu sih sudah
kelewatan banget. Kalau aku jadi kamu, pasti kantor notarisnya sudah aku buat
berantakan! Bikin emosi aja itu orang. Kamu rasanya sudah di-PHP-in sama
notarisnya deh, jadi korban harapan palsu, hehehe. Kebetulan aku juga kerja di
kantor notaris sih, Beny Sudarman yang di jalan Anggrek itu, tapi kinerja kami
enggak kayak gitu, sama sekali berbeda. Buat kami, klien itu raja. Jadi enggak
mungkin sampai ada kejadian kayak gitu, dijamin. Andai kita sudah saling kenal lebih dulu, mending dulu kamu minta bantuan kantorku aja deh. Memangnya kantormu pakai
notaris siapa sih?”
“Notaris Lukman Tri Harsono”
“Hah, Lukman Tri Harsono? Yang kantornya di jalan Imam Bonjol 135? Apa enggak
salah, Far?”. Donny tertegun sejenak. “Aku tahu orangnya sih tapi masa iya, cara
kerjanya kayak gitu. Yang aku tahu, dia orangnya professional kok. Aku enggak
percaya ah…”
“Kamu boleh enggak
percaya tapi buktinya, aku udah jadi korbannya. Gila ya, ternyata enggak cuma
orang pacaran sama politikus aja yang suka kasih harapan palsu. Bahkan sekarang
notaris pun juga! Dan parahnya, aku jadi korbannya, ckckck…”
“Yahh, kamu harus lebih sabar
kalau gitu”, ujar Donny bijak sambil menggaruk kepalanya yang sebenarnya tidak
terasa gatal.
“Hmm, sepertinya begitu” jawab Farah
sambil menghembuskan nafas panjang. Kejengkelannya benar-benar tampak
jelas.
Seorang petugas BPN tiba-tiba
memanggil Farah dan memberitahu kalau Pak Agung sudah selesai rapat dan sudah
punya waktu untuk bertemu. Dia sigap mengambil tasnya dan beberapa dokumen yang
dia letakkan di meja yang ada disampingnya.
“Don, aku duluan ya. Pak Agung
sudah selesai rapat tuh. Senang bisa ngobrol bareng kamu”. Farah pun
mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan.
“Oh iya, sama-sama. Senang juga
bisa ngobrol bareng kamu. Lain kali hati-hati pilih notaris, biar enggak
dikasih harapan palsu lagi. Ngomong-ngomong, ini kartu namaku, siapa tahu kapan-kapan
kamu butuh bantuanku”
“Oke, aku pasti ingat pesanmu.
Daaannn….” Farah sibuk membuka tasnya, “ini kartu namaku. Sukses buat kamu ya.
Kamu juga ingat, kinerjamu jangan kayak notaris yang aku ceritain tadi”
“Siap, laksanakan! “
“Bye Donny!”
“Bye! Tapi…Farah tunggu!”, teriak
Donny ketika Farah sudah beranjak dari tempatnya berdiri.
“Ya? Ada apa lagi, Don?”
“By the way, kalau aku boleh
ngomong sedikit lagi, hmm…sebenarnya notaris Lukman Tri Harsono itu seseorang
yang setiap hari aku panggil dengan sebutan ayah lho”, ujar Donny sambil
nyengir.
Brak!
Farah menjatuhkan semua dokumennya
dan melongo sejadi-jadinya.
AUCH!!!
Ku ajak kau melayang tinggi
Dan ku hempaskan ke bumi…
30.09.2012
Utopia – Baby Doll
Tulisan terakhir di #30HariLagukuBercerita :)
Komentar
Posting Komentar