[Prompt #49] Rutinitas

sumber


Aku mencintai matanya, lebih dari anggota tubuhnya yang lain. Lewat itu, aku bisa melihat ribuan pelangi juga bintang-bintang yang selalu membuatku bahagia. Matanya selalu berhasil menyerap habis semua rasa lelah sepulang kerja, sekaligus memberikan harapan kalau esok akan datang lagi.

Aku mencintai matanya karena itu yang dulu membuatku jatuh cinta kepadanya. Tiga tahun kemudian, lewat keseriusan yang aku lihat di binar matanya, aku menerima permintaannya untuk menjadikanku sebagai istri. Aku malah nyaris tak mengacuhkan cincin yang dia sodorkan kepadaku. Yang menyedot perhatianku hanya matanya.

“Tolong cium mataku, tepat sebelum aku pergi tidur, juga ketika aku bangun tidur. Aku akan melakukan hal yang sama kepadamu.”

Itu permintaan pertamanya setelah kami menikah, yang aku jawab dengan anggukan dan sebuah kecupan lembut di matanya. Setiap akan pergi tidur dan ketika bangun, itu jadi rutinitas yang tidak pernah kami lupakan walaupun hanya sekali. Rutinitas yang justru lebih utama dari ucapan “selamat pagi, Sayang.”

Rutinitas yang sayangnya, harus kami akhiri mulai hari ini. Ketukan palu sebanyak tiga kali dari hakim ketua di Pengadilan Agama mengakhiri semuanya.

Rutinitas penuh kasih itu ternyata tidak cukup sanggup mempertahankan pandangan, serta hatinya dari godaan karyawati di kantornya.

_____
18.06.2014
* 188 kata, tidak termasuk judul dan catatan kaki

Komentar

  1. Lhooohhh... kenapaaaahhh???
    :((

    BalasHapus
    Balasan
    1. Dia selingkuh, mbak. Jadi matanya itu daya tariknya buat siapapun. :((

      Hapus
  2. ngg... apakah cuma sepasang mata yang mampu tumbuhkan cinta?

    ceritanya 'lurus' sekali, Vanda. Seolah tak beriak. :)

    BalasHapus
  3. memang bukan cuma mata aja yang bisa tumbuhkan cinta, tapi di sini lagi pengen angkat soal mata.

    hu'um, aku akuin lurus banget, tanpa konflik. makasih, bang Riga. :)

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer