Pulang
Pukul
17.33 WIB
Senja
mulai turun. Matahari sudah lelah bersinar dan akhirnya memutuskan untuk pulang
ke peraduannya. Semburat warna oranye memenuhi hampir seluruh angkasa,
sekalipun siang tadi rintik hujan amat kerap menyapa. Ah, langit sore ini amat
indah. Cantik.
Setiap
sore, di waktu yang sama, aku selalu rajin menanti kepulangannya. Seperti halnya
sore ini. Tepat di sebuah rumah bertingkat dua, dengan hiasan angka empat
berwarna emas di pagarnya. Terkadang, aku bisa saja hanya duduk di sebuah kursi
warna hijau yang ada di teras rumah, sambil mengarahkan pandangan ke jalan
raya. Di lain waktu, aku bisa memilih berjalan-jalan di kebun mungil yang ada
di halaman rumah kami. Beberapa tanaman anggrek kami sedang berbunga. Sekalipun
tidak menguarkan wangi seperti bunga yang lain, bagi kami, anggrek itu selalu
bisa menenangkan.
“Enggak
masuk? Sudah mulai gelap lho.”
Aku
menoleh. Ibunya berdiri di ambang pintu, memberiku sebuah senyuman. Beliau paham
kebiasaanku dan selalu membiarkanku berlama-lama menunggumu pulang. Sesekali beliau
menyapa dan menanyakan beberapa hal ringan kepadaku. Ibumu sungguh baik. Aku
benar-benar dianggap seperti anaknya sendiri dan pada akhirnya, aku pun
menganggap beliau seperti Ibuku sendiri.
Aku
memberi sebuah senyum dan gelengan pelan. Beliau mengerti, menganggukkan
kepalanya dan kembali masuk ke dalam rumah.
Lampu
merkuri di jalan depan rumah mulai menyala. Biasanya, dia datang tak lama
setelahnya. Aku tersenyum, merindukan hangat pelukannya juga caranya
menunjukkan perasaannya kepadaku. Dia selalu punya banyak cerita untuk
diceritakan, tentang apapun itu, sebelum akhirnya kami terlelap dipeluk malam.
Ah, cinta. Betapa cinta selalu bisa membuatmu rela melakukan dan mengenang hal
apapun tentang orang yang kamu cintai. Iya, aku mencintainya, sebagaimana dia
telah memberiku banyak cinta.
Lamat-lamat,
aku mendengar suara kendaraannya mendekat. Kebiasaan menunggunya pulang selama
beberapa tahun, membuatku hafal dengan suara khas dari mesin kendaraannya.
Ditambah lagi, dia pasti akan membunyikan klakson, caranya untuk menyapa
petugas keamanan yang poskonya hanya berjarak dua blok dari rumah kami. Tapi
bagiku, bunyi klakson itu juga jadi pertandaku untuk menandai kedatangannya.
Nah,
itu dia! Aku melongokkan kepalaku. Tak lama lagi, dia pasti menyapaku dengan
suaranya yang lantang. Tunggu saja…
“Belang,
kamu nungguin aku pulang lagi.”
Aku
mengibaskan ekorku yang berwarna hitam legam, lalu membetulkan letak dudukku.
Lewat pandanganku yang berbinar, aku membiarkannya mendapat jawaban dari
pertanyaannya. Membiarkan orang yang sudah mencintaiku tanpa batas selama
sebelas tahun untuk tahu bahwa aku pun mencintainya dengan kadar yang sama. Tepat
setelah dia memasukkan kendaraannya ke halaman, dia pasti mendekatiku,
menggendongku ke dalam dekapannya dan akhirnya membawaku masuk ke dalam rumah.
Aku
memang tidak mampu berkata-kata, tapi dengan cara yang aku bisa, aku berusaha
menunjukkan betapa aku mencintai wanita yang saat ini mendekapku dengan sayang.
Ah,
iya, kenalkan. Namaku Belang. Seekor kucing gendut berumur sebelas tahun dengan
bulu hitam putih yang selalu menunggu majikanku pulang kerja.
****
"Jangan pisahkan dirimu dari binatang."
"Biar apa. Ayah?"
"Biar kamu tidak sombong jadi manusia," ujarnya sambil tersenyum.
--Dee, Supernova: Partikel
"Jangan pisahkan dirimu dari binatang."
"Biar apa. Ayah?"
"Biar kamu tidak sombong jadi manusia," ujarnya sambil tersenyum.
--Dee, Supernova: Partikel
Jadiiiii, "aku" di sini seekor kucing? Ok, baiklah!
BalasHapusOverall, keren! Seperti biasa, permainan kata-katanya selalu membuatku ternganga. Haiz!
Twisttnya kerennnnnnnnn
BalasHapusTapi aku ga suka kucingg :O
Aku suka POV dari kucing ini. Kucing juga punya kesetiaan. Nice story :)
BalasHapusKalau nggak salah, pernah baca. Umur kucing itu 6 kali umur manusia. Jadi kalau kucingnya 11 tahun sama dengan = 66 tahun.
BalasHapus:D
Nice story
*mamam kucingnya*
BalasHapus@sindy: yep, "aku" adalah kucing. makasih..makasih...sudah mampir :))
BalasHapus@ajen: jangan bayangin kucingnya, bayangin aku aja. halaaahhh... x))
@evi: betul sekaliii... kucing lebih setia daripada mantan *mendadak curcol* :p
makasih udah mampir, Vi :)
@rinibee: aku pernah baca malah 8 kali umur manusia. mana yg bener itu?
ah iya, sebuah kehormatan sudah baca tulisanku. makasih :)
@noichil: *mamam noichil* *dimuntahin* *ternyata pait* :|
Kucingnya bagus
BalasHapus